PENELITIAN

 

PENELITIAN

AKIBAT YANG DITIMBULKAN DARI MEROKOK

LOKASI

SMA N 1 KUALA TUNGKAL

 

               

OLEHOLOOOOJ

 

 FITROH SYAWALI

 KUALA TUNGKAL

2011

 

 

 

BIODATA

Nama                                                   :Fitroh syawali

Tempat dan tanggal lahir                    :Kuala Tungkal 22 Maret 1994

Jurusan                                                :Ips 3

Kelas                                                   :XII(Dua belas)

Semeter                                               :II (Dua)

Tahun ajaran                                        :2010/2011

Alamat                                                :P.panting satu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkkan kepada Allah SWT. Karna  atas berkat dan rahmat-Nya penelitian ini  dapat kami  selesaikan. Penelitian ini berisi  tentang kenakalan  remaja  dengan  rokok.

Dalam kehidupan para remaja sering kali diselingi hal hal yang negative dalam rangka penyesuaian dengan lingkungan sekitar baik lingkungan dengan teman temannya di sekolah maupun lingkungan pada saat dia di rumah. Hal hal tersebut dapat berbentuk positif hingga negative yang serng kita sebut dengan kenakalan remaja. Kenakalan remaja itu sendiri merupakan perbuatan pelanggaran norma-norma baik norma hukum maupun norma sosial.

Di penelitian ini, peneliti akan mocoba mengulas kenakalan remaja dengan rokok. Banyak pelajar-pelajar yang merokok di lingkungan sekolah maun di lingkungan sekitar rumahnya. Tampa mereka ketahui akibat apa yang akan di timbulkan ketika dia  dewasa kelak.

Dengan adanya penelitiann ini di  harapkan  di masa yang  akan datang  tidak ada lagi pelajar-pelajar yang menjadi perokok, baik di lingkungan sekolah saja maupun di  lingkungan rumahnya sekitar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna dan memuaskan baik dari segi penyajian maupun penulisan, untuk itu keritik dan saran senantiasa penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat bermamfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri. Amin.

Kuala tungkal 22 Maret 2011

Penulis

 

Fitroh Syawali

 

 

 

DAFAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….iii

BAB. I   PENDAHULUAN

            A.Meroko…………………………………………………………………………….1

BAB, II  DAERAH PENELITIAN

A.SMA N 1 Kuala Tungkal……………………………………………………2

BAB. III  HASIL PENELITIAN

A.     Pertanyaan …………………………………………..……………………………3

BAB. IV  ANALISA

A.     Akibat yang akan ditimbulakn peroko ataupun orang yang ada disekitarnya.….4

-Dampak paru-paru…………………………………………………………4

-dampak terhadap jantung…………………………………………………..4

-penyakit jantung koroner…………………………………………………..6

-penyaakit (stroke)…………………………………………………………..6

BAB. V  PENUTUP

            A.Kesimpulan

            B.Saran-saran

           

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

Merokok


Merokok dapat mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan si perokok, tetapi juga bagi orang di sekitarnya.

ASAP rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Bukan hanya bagi kesehatan, merokok menimbulkan pula problem di bidang ekonomi. Di negara industri maju, kini terdapat kecenderungan berhenti merokok, sedangkan di negara berkembang, khususnya Indonesia, malah cenderung timbul peningkatan kebiasaan merokok.
Melalui resolusi tahun 1983, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan tanggal 31 Mei sebagai Hari Bebas Tembakau Sedunia setiap tahun.

Laporan WHO tahun 1983 menyebutkan, jumlah perokok meningkat 2,1 persen per tahun di negara berkembang, sedangkan di negara maju angka ini menurun sekitar 1,1 persen per tahun.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

DAERAH PENELITIAN

A.SMA N 1 Kuala Tungkal

Di lingkungn sekolah khususnya di SMA N 1 kuala tungkal, merokok sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi sebhagian pelajar. Mereka berpikir jika mereka tidak meroko ada yang kurang, ketika dia sedang meroko dia akan merasa lebih PD.

Ada sebahagian peroko yang berpikir mereka lebih memilih tidak makan dibandingkan harus tidak meroko. Mereka tidak segan-segan untuk menyisihkan uang jajan mereka untuk hanya membeli sebatang roko.

Terkadang harus sumbangan dengan sesame peroko, untuk membeli roko. Mereka pun terkadang saling berbagi hanya untuk sebatang roko, trkadang juga roko sebatang mereka hars berbagi dengan tiga orang bahkan bisa lebih.

Biasanya mereka meroko di saat jam istirahat ketika guru sedang tidak ada di kelas, atau di gudang-gudang sekolah yang jarang dilewati oleh guru, bahkan ada juga yang meroko di toilet sekolah. Mereka harus menahan bauk toilet tersebut.

Kebanyaan yang merokko di toilet pelajar pelajar yang masih duduk di kelas satu atau kelas dua. Sementara untuk kelas tiga mereka mereka meroko dalam kelas di saat jam istirahat. Ketika akan ada guru yang masuk atau lewat kelas tersebut, teman-teman mereka aka ada yang memberitahu. Bahkan tidak jarang ada juga yang di pergoki ketika sedang meroko.

 

 

 

 

 

B.     Denah SMA N 1 kuala tungkal

Bangunan sekolah ini memiliki luas tanah sekitar 13,81 m2 dengan luas bangunan 977 m2, sekolah ini juga memiliki lapangan olahraga yang luasnya 582m2 bahkan ada tanah yang kosong yang berada di tengah-tengah sekolahan, dan sekolahan ini membutuhkan listrik 1315 wat.

 

Data administerasi atau identitias sekolah.

No statistik sekolah                 :301100442001

Tipe sekolah                            :B

Akreditasi                               ;B

Romba                                     :27 kelas

Jumblah siswa                         :1027 siswa

Status tanah                            :milik negara

Kode pos                                 :36512

No telepon                              :0742  21253

SMA N 1 ka. Tungkal ini dikepalai oleh K. H. Hutabalian dan empat  wakil kepala sekolah. HJ. Jumiati, John Rizal, Jafri, Dan Samijo.Sekolahan ini memiliki guru pengajar 64 orang. Yang terdiri dari guru bantu, maupun guru bidang setudi.

 

 

 

 

 

 

BAB III

HASIL PENELITIAN

Pertanyaan

Meroko adalah sebuah kebiasaan yang buruk, dan dapat berpengaruh bagi kesehatan. Sebenarnya apa yang Melatarbelakangi pelajar teersebut meroko, dan apa mereka tau akibat apa saja yang akan ditimbulakn bagi dirinya atau orng yang ada disebelahnya.

          Akibat yang ditimbulkan dari meroko?

          Akibat yang ditimbulkan oleh orang di sebelah peroko?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

ANALISA

Akibat Yang Akan Ditimbulkan Perok Ataupun Orang Yang Ada Di  Sekitarnya

Dampak  paru-paru
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi       peningkatan jumlah     sel radang dan kerusakan        alveoli.

Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruksi paru menahun  (PPOM).

Dikatakan merokok merupakan penyebab utama timbulnya PPOM, termasuk emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan      asma.

Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok, terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang secara tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama terjadinya kanker           paru-paru.

Partikel asap rokok, seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan, dikenal sebagai bahan karsinogen. Juga tar berhubungan dengan risiko terjadinya kanker. Dibandingkan dengan bukan perokok, kemungkinan timbul kanker paru-paru pada perokok mencapai 10-30 kali lebih    sering.

       Dampak terhadap   jantung
Banyak penelitian telah membuktikan adanya hubungan merokok dengan penyakit jantung koroner (PJK). Dari 11 juta kematian per tahun di negara industri maju, WHO melaporkan lebih dari setengah (6 juta) disebabkan gangguan sirkulasi darah, di mana 2,5 juta adalah penyakit jantung koroner dan 1,5 juta adalah stroke. Survei Depkes RI tahun 1986 dan 1992, mendapatkan peningkatan kematian akibat penyakit jantung dari 9,7 persen (peringkat ketiga) menjadi 16 persen (peringkat  pertama).

Merokok menjadi faktor utama penyebab penyakit pembuluh darah jantung tersebut. Bukan hanya menyebabkan penyakit jantung koroner, merokok juga berakibat buruk bagi pembuluh darah otak dan     perifer.

Asap yang diembuskan para perokok dapat dibagi atas asap utama (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama merupakan asap tembakau yang dihirup langsung oleh perokok, sedangkan asap samping merupakan asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, yang akan dihirup oleh orang lain atau perokok            pasif.

Telah ditemukan 4.000 jenis bahan kimia dalam rokok, dengan 40 jenis di antaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), di mana bahan racun ini lebih banyak didapatkan pada asap samping, misalnya karbon monoksida (CO) 5 kali lipat lebih banyak ditemukan pada asap samping daripada asap utama, benzopiren 3 kali, dan amoniak 50 kali. Bahan-bahan ini dapat bertahan sampai beberapa jam lamanya dalam ruang setelah rokok            berhenti.

Umumnya fokus penelitian ditujukan pada peranan nikotin dan CO. Kedua bahan ini, selain meningkatkan kebutuhan oksigen, juga mengganggu suplai oksigen ke otot jantung (miokard) sehingga merugikan kerja miokard.

Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh       lainnya.

Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh            darah.

Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah). Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan viskositas darah, sehingga mempermudah penggumpalan            darah.

Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap rokok terbukti merusak endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan mempermudah timbulnya penggumpalan            darah.

Di samping itu, asap rokok mempengaruhi profil lemak. Dibandingkan dengan bukan perokok, kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida darah perokok lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL lebih         rendah.

     

 

 

 

 Penyakit jantung   koroner
Merokok terbukti merupakan faktor risiko terbesar untuk mati mendadak.
Risiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko ini meningkat dengan bertambahnya usia dan jumlah rokok yang diisap. Penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti hipertensi, kadar lemak atau gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya    PJK.

Perlu diketahui bahwa risiko kematian akibat penyakit jantung koroner berkurang dengan 50 persen pada tahun pertama sesudah rokok           dihentikan.

Akibat penggumpalan (trombosis) dan pengapuran (aterosklerosis) dinding pembuluh darah, merokok jelas akan merusak pembuluh darah        perifer.

PPDP yang melibatkan pembuluh darah arteri dan vena di tungkai bawah atau tangan sering ditemukan pada dewasa muda perokok berat, sering akan berakhir dengan amputasi.

       Penyakit (stroke)
Penyumbatan pembuluh darah otak yang bersifat mendadak atau stroke banyak dikaitkan dengan merokok. Risiko stroke dan risiko kematian lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok.

Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Inggris, didapatkan kebiasaan merokok memperbesar kemungkinan timbulnya AIDS pada pengidap HIV. Pada kelompok perokok, AIDS timbul rata-rata dalam 8,17 bulan, sedangkan pada kelompok bukan perokok timbul setelah 14,5 bulan. Penurunan kekebalan tubuh pada perokok menjadi pencetus lebih mudahnya terkena AIDS sehingga berhenti merokok penting sekali dalam langkah pertahanan melawan AIDS.

Kini makin banyak diteliti dan dilaporkan pengaruh buruk merokok pada ibu hamil, impotensi, menurunnya kekebalan individu, termasuk pada pengidap virus hepatitis, kanker saluran cerna, dan       lain-lain.

Dari sudut ekonomi kesehatan, dampak penyakit yang timbul akibat merokok jelas akan menambah biaya yang dikeluarkan, baik bagi individu, keluarga, perusahaan, bahkan negara.

Penyakit-penyakit yang timbul akibat merokok mempengaruhi penyediaan tenaga kerja, terutama tenaga terampil atau tenaga eksekutif, dengan kematian mendadak atau kelumpuhan yang timbul jelas menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan. Penurunan produktivitas tenaga kerja menimbulkan penurunan pendapatan perusahaan, juga beban ekonomi yang tidak sedikit bagi individu dan keluarga. Pengeluaran untuk biaya kesehatan meningkat, bagi keluarga, perusahaan, maupun            pemerintah.


Hans Tandra Dokter Spesialis Penyakit Dalam, tinggal di Surabaya

BAB V

PENUTUP

A.PERTANYAAN UNTUK  PEROKO

Meroko adalah sebuah kebiasaan yang sulit di  hentikan. Banyak  perko yang ingin menghilangkan kebiasaann meroko tersebut, Sebenarnya apa  saja yang membuat  pelajar tersebut  menjadi seorang peroko, keluhan-keluhan yang mereka rasakan ketika  mereka  mmeroko,dan dari mana mereka  mendapatkann uang untuk memmbeli  rook  tersebut.

 

B.HASIL WAWANCARA

Menurut wawancara yang saya  peroleh dari beberapa siswa yang menglami  kebiasaan meroko, mereka mulai bisa mengenal  roko  trsebut semenjak SMP atau  SMA. Di masa tersebut  mereka banyak nenghisap rook. Mereka  mendapatkn uang dari menyisihkan uang jajan mereka terkadang mereka  bekerja. Ketika  mereka  meroko banyak  mendapatkan masalah kesehatan. Seperti penyakit sakit  kepala dan batuk.

Mereka  dulu meroko berawal  dari mencoba-coba, dan terkadang pengaruh dari lingkungan sekitar, atau ajakan teman-teman  mereka.

Bhkan menurut siswa yang berisinial as dan ts, janngan lah mencoba untu mekoko karena bias berakibat  pada kesehtan, sementara menuru as, ketika sudah berhenti meroko penyakit banyak yang berkurang,  bahkan dia  berkata , duku  dia pernah terkena penyakit TBS yang berawal dari menghisap roko tersebut.

 

 

 

TABEL INFORMAN

 

NAMA

 

KELAS

AGUS SETIAWAN

IPS 1

NOPIANDI

IPS 2

JULIANTO ADI PERASETIO

IPS 2

TONGAT SAKLAK

IPS 2

NURHASAN DANI

IPS 3

ACEP MAULANA

IPA 2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

SARAN

Sebaiknya  jika   anda sekarang belum meroko, anda jangan mencoba-coba untuk meroko. Karena bias berakibat  pada kesehatan yang buruk. Dan jika teman yang ada di sebelah anda sedang meroko, sebaiknya anda sedikit menjauh. Karena asak roko tersebut dapat menimbulkan penyakit  bagi anda.

Dan jika anda sekarang peroko, segeralah berhenti, sebelum terlambat. Karena meroko dapat  merugikann banyak orang.

konsep komunikasi

 

Komunikasi

Pengertian komunikasi

Komunikasi adalah “suatu proses dalam mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain”.  Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasaverbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal.

Komponen proses komunikasi

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut komponen-komponen komunikasi adalah:

  • Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.
  • Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.
  • Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.
  • Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain
  • Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.
  • Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan (“Protokol”)

Tingkatan Proses Komunikasi

Menurut Denis McQuail, secara umum kegiatan/proses komunikasi dalam masyarakat berlangsung dalam 6 tingkatan sebagai berikut :

Komunikasi intra-pribadi (intrapersonal communicationYakni proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang, berupa pengolahan informasi melalui pancaindra dan sistem syaraf.Contoh : berpikir, merenung, menggambar, menulis sesuatu, dll.

Komunikasi antar-pribadiYakni kegiatan komunikasi yang dilakukan secara langsung antara seseorang dengan orang lainnya.Misalnya percakapan tatap muka, korespondensi, percakapan melalui telepon, dsbnya.

Komunikasi dalam kelompokYakni kegiatan komunikasi yang berlangsung di antara suatu kelompok. Pada tingkatan ini, setiap individu yang terlibat masing-masing berkomunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam kelompok. Pesan atau informasi yang disampaikan juga menyangkut kepentingan seluruh anggota kelompok, bukan bersifat pribadi.Misalnya, ngobrol-ngobrol antara ayah, ibu, dan anak dalam keluarga, diskusi guru dan murid di kelas tentang topik bahasan, dsbnya.

Komunikasi antar-kelompok/asosiasi Yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Jumlah pelaku yang terlibat boleh jadi hanya dua atau beberapa orang, tetapi masing-masing membawa peran dan kedudukannya sebagai wakil dari kelompok/asosiasinya masing-masing.

Komunikasi OrganisasiKomunikasi organisasi mencakup kegiatan komunikasi dalam suatu organisasi dan komunikasi antar organisasi.Bedanya dengan komunikasi kelompok adalah bahwa sifat organisasi organisasi lebih formal dan lebih mengutamakan prinsip-prinsip efisiensi dalam melakukan kegiatan komunikasinya.

Komunikasi  dengan masyarakat secara luasPada tingkatan ini kegiatan komunikasi ditujukan kepada masyarakat luas. Bentuk kegiatan komunikasinya dapat dilakukan melalui dua cara :Komunikasi massa Yaitu komunikasi melalui media massa seperti radio, surat kabar,  TV, dsbnya.Langsung atau tanpa melalui media massa Misalnya ceramah, atau pidato di lapangan terbuka.

Prinsip Dasar Komunikasi


Menurut Daan B. Curtis & Co. dalam buku Komunikasi Bisnis Profesional menyatakan bahwa prinsip-prinsip komunikasi meliputi :

1. Penekanan adalah penyorotan tajam atau penekanan beberapa bagian pesan verbal.
 2. Pelengkap adalah penguat sikap atau sifat pesan verbal.
 3. Bantahan adalah menunjukkan perilaku yang tidak mempercayai pesan verbal.
 4. Keteraturan adalah keterkendalian arah pesan verbal.
 5. Pengulangan adalah mengulangi pernyataan pesan verbal dengan perilaku non-verbal.
 6. Pengganti adalah penggantian pesan verbal dengan non-verbal yang memiliki arti serupa.

 

 

 

 

Model-model komunikasi

Dari berbagai model komunikasi yang sudah ada, di sini akan dibahas tiga model paling utama, serta akan dibicarakan pendekatan yang mendasarinya dan bagaimana komunikasi dikonseptualisasikan dalam perkembangannya.

 

Model Komunikasi Linear

Model komunikasi ini dikemukakan oleh Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 dalam buku The Mathematical of Communication. Mereka mendeskripsikan komunikasi sebagai proses linear karena tertarik pada teknologi radio dan telepon dan ingin mengembangkan suatu model yang dapat menjelaskan bagaimana informasi melewati berbagai saluran (channel). Hasilnya adalah konseptualisasi dari komunikasi linear (linear communication model). Pendekatan ini terdiri atas beberapa elemen kunci: sumber (source), pesan (message) dan penerima (receiver). Model linear berasumsi bahwa seseorang hanyalah pengirim atau penerima. Tentu saja hal ini merupakan pandangan yang sangat sempit terhadap partisipan-partisipan dalam proses komunikasi.

Model Interaksional

Model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di antara para komunikator. Dengan kata lain, komunikasi berlangsung dua arah: dari pengirim dan kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung. Para peserta komunikasi menurut model interaksional adalah orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial, tepatnya melalui pengambilan peran orang lain. Patut dicatat bahwa model ini menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat. Satu elemen yang penting bagi model interkasional adalah umpan balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan.

Model transaksional

Model komunikasi transaksional dikembangkan oleh Barnlund pada tahun 1970. Model ini menggarisbawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terus-menerus dalam sebuah episode komunikasi.Komunikasi bersifat transaksional adalah proses kooperatif: pengirim dan penerima sama-sama bertanggungjawab terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi. Model transaksional berasumsi bahwa saat kita terus-menerus mengirimkan dan menerima pesan, kita berurusan baik dengan elemen verbal dan nonverbal. Dengan kata lain, peserta komunikasi (komunikator) melalukan proses negosiasi makna.

 

NGOTA

TRIBUNNEWS.COM, CAPETOWN – Sebuah rumah sakit di Afrika Selatan gempar. Seorang laki-laki berusia 50 tahun hidup lagi di kamar mayat. Ia berteriak minta dikeluarkan namun beberapa penjaga lari ketakutan karena mengira diganggu hantu.

Keluargan laki-laki itu menganggapnya telah meninggal dunia ketika ia tidak bisa dibangunkan pada hari Sabtu malam. Pihak keluarga kemudian menghubungi rumah sakit swasta di satu desa pedalaman di Eastern Cape.

Pejabat kesehatan Eastern Cape kepada kantor berita SAPA mengatakan laki-laki tersebut berada di kamar mayat selama hampir 24 jam.

Penjaga kamar mayat akhirnya bisa diyakinkan bahwa laki-laki tersebut bukan hantu. Dengan ambulans laki-laki itu dibawa ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan. Ia harus dirawat karena mengalami dehidrasi namun kondisinya stabil.

“Ia terus diawasi dokter dan disimpulkan tidak memerlukan perawatan lebih lanjut,” kata Sizwe Kupelo, juru bicara dinas kesehatan Eastern Cape.

Kupelo menjelaskan laki-laki itu bangun hari Minggu (24/7/2011) pukul 17.00 waktu setempat, meminta agar dikeluarkan dari kamar mayat yang sangat dingin.

“Penjaga kamar mayat lari ketakutan,” kata Kupelo.

Ia mengatakan insiden ini mengingatkan warga untuk menghubungi tim medis sehingga kematian seseorang bisa dipastikan. “Jangan langsung menghubungi perusahaan jasa penguburan,” katanya.

“Kita perlu menyampaikan pesan kepada seluruh masyarakat Afrika Selatan bahwa menyimpulkan sendiri seseorang telah mati adalah sangat keliru,” kata Kupelo. (bbc.co.uk)

MAKALAH
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNATIONAL

BAB I
PENDAHULUAN
Ditinjau dari konteks hukum internasional publik, sengketa dapat didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah satu subyek mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau fakta-fakta atau konflik mengenai penafsiran atau kepentingan antara 2 bangsa yang berbeda. Dalam Case Concerning East Timor (Portugal vs. Australia), Mahkamah Internasional (ICJ) menetapkan 4 kriteria sengketa yaitu:
1. Didasarkan pada kriteria-kriteria objektif. Maksudnya adalah dengan melihat fakta-fakta yang ada. Contoh: Kasus penyerbuan Amerika Serikat dan Inggris ke Irak
2. Tidak didasarkan pada argumentasi salah satu pihak. Contoh: USA vs. Iran 1979 (Iran case). Dalam kasus ini Mahkamah Internasional dalam mengambil putusan tidak hanya berdasarkan argumentasi dari Amerika Serikat, tetapi juga Iran.
3. Penyangkalan mengenai suatu peristiwa atau fakta oleh salah satu pihak tentang adanya sengketa tidak dengan sendirinya membuktikan bahwa tidak ada sengketa. Contoh: Case Concerning the Nothern Cameroons 1967 (Cameroons vs. United Kingdom). Dalam kasus ini Inggris menyatakan bahwa tidak ada sengketa antara Inggris dan Kamerun, bahkan Inggris mengatakan bahwa sengketa tersebut terjadi antara Kamerun dan PBB. Dari kasus antara Inggris dan Kamerun ini dapat disimpulkan bahwa bukan para pihak yang bersengketa yang memutuskan ada tidaknya sengketa, tetapi harus diselesaikan/diputuskan oleh pihak ketiga.
4. Adanya sikap yang saling bertentangan/berlawanan dari kedua belah pihak yang bersengketa.Contoh: Case Concerning the Applicability of the Obligation to Arbitrate under section 21 of the United Nations Headquarters agreement of 26 June 1947.
Berbagai metode penyelesaian sengketa telah berkembang sesuai dengan tuntutan jaman. Metode penyelesaian sengketa dengan kekerasan, misalnya perang, invasi, dan lainnya, telah menjadi solusi bagi negara sebagai aktor utama dalam hukum internasional klasik. Cara-cara kekerasan yang digunakan tersebut akhirnya direkomendasikan untuk tidak digunakan lagi semenjak lahirnya The Hague Peace Conference pada tahun 1899 dan 1907, yang kemudian menghasilkan Convention on the Pacific Settlement of International Disputes 1907. Namun karena sifatnya yang rekomendatif dan tidak mengikat, konvensi tersebut tidak mempunyai kekuatan memaksa untuk melarang negara-negara melakukan kekerasan sebagai metode penyelesaian sengketa.
• Perkembangan hukum internasional untuk menyelesaikan sengketa secara damai secara formal lahir dari diselenggarakannya Konferensi Perdamaian Den Haag (The Hague Peace Conference) tahun 1899 dan tahun 1907. Konferensi perdamaian ini menghasilkan:
“The Convention on the Pacific Settlement of International Disputes (1907)”
Karakteristik dari Sengketa Internasional adalah:
1. Sengketa internasional yang melibatkan subjek hukum internasional (a Direct International Disputes), Contoh: Toonen vs. Australia. Toonen menggugat Australia ke Komisi Tinggi HAM PBB karena telah mengeluarkan peraturan yang sangat diskriminasi terhadap kaum Gay dan Lesbian. Dan menurut Toonen pemerintah Australia telah melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 17 dan Pasal 26 ICCPR. Dalam kasus ini Komisi Tinggi HAM menetapkan bahwa pemerintah Australia telah melanggar Pasal 17 ICCPR dan untuk itu pemerintah Australia dalam waktu 90 hari diminta mengambil tindakan untuk segera mencabut peraturan tersebut.
2. Sengketa yang pada awalnya bukan sengketa internasional, tapi karena sifat dari kasus itu menjadikan sengketa itu sengketa internasional (an Indirect International Disputes). Suatu perisitiwa atau keadaan yang bisa menyebabkan suatu sengketa bisa menjadi sengketa internasional adalahaadanya kerugian yang diderita secara langsung oleh WNA yang dilakukan pemerintah setempat. Contoh: kasus penembakan WN Amerika Serikat di Freeport.
Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat diwujudkan apabila tidak ada kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa, yang ditegaskan dalam pasal 2 ayat (4) Piagam. Penyelesaian sengketa secara damai ini, kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 Piagam yang mencantumkan beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa, diantaranya :
a. Negosiasi;
b. Enquiry atau penyelidikan;
c. Mediasi;
d. Konsiliasi
e. Arbitrase
f. Judicial Settlement atau Pengadilan;
g. Organisasi-organisasi atau Badan-badan Regional.
Dari tujuh penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Piagam, dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa secara hukum dan secara politik/diplomatik. Yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara hukum adalah arbitrase dan judicial settlement. Sedangkan yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry; mediasi; dan konsiliasi. Hukum internasional publik juga mengenal good offices atau jasa-jasa baik yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik.
Pada dasarnya, tidak ada tata urutan yang mutlak mengenai penyelesaian sengketa secara damai. Para pihak dalam sengketa internasional dapat saja menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka ke badan peradilan internasional seperti International Court of Justice (ICJ/Mahkamah Internasional), tanpa harus melalui mekanisme negosiasi, mediasi, ataupun cara diplomatik lainnya. PBB tidak memaksakan prosedur apapun kepada negara anggotanya. Dengan kebebasan dalam memilih prosedur penyelesaian sengketa, negara-negara biasanya memilih untuk memberikan prioritas pada prosedur penyelesaian secara politik/diplomatik, daripada mekanisme arbitrase atau badan peradilan tertentu, karena penyelesaian secara politik/diplomatik akan lebih melindungi kedaulatan mereka.
BAB II
PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DIPLOMATIK
YANG DAMAI
Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa Secara Damai adalah:
1. Prinsip itikad baik (good faith);
2. Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa;
3. Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa;
4. Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa;
5. Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa (konsensus);
6. Prinsip penggunaan terlebih dahulu hukum nasional negara untuk menyelesaikan suatu sengketa prinsip exhaustion of local remedies);
7. Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara-negara.
Disamping ketujuh prinsip di atas, Office of the Legal Affairs PBB memuat prinsip-prinsip lain yang bersifat tambahan, yaitu:
1. Prinsip larangan intervensi baik terhadap masalah dalam atau luar negeri para pihak;
2. Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri;
3. Prinsip persamaan kedaulatan negara-negara;
4. Prinsip kemerdekaan dan hukum internasional.
Penyelesaian Sengketa secara Diplomatik
Seperti yang telah dijelaskan di atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry atau penyelidikan; mediasi; konsiliasi; dan good offices atau jasa-jasa baik. Kelima metode tersebut memiliki ciri khas, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.
a) Negosiasi
Negosiasi adalah perundingan yang dilakukan secara langsung antara para pihak dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga. Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan paling tuas digunakan oleh umat manusia. Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB menempatkan negosiasi sebagai cara pertama dalam menyelesaikan sengketa.
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
Segi positif/kelebihan dari negosiasi adalah:
1. Para pihak sendiri yang menyelesaikan kasus dengan pihak lainnya;
2. Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana cara penyelesaian melalui negosiasi dilakukan menurut kesepakatan bersama;
3. Para pihak mengawasi atau memantau secara langsung prosedur penyelesaian;
4. Negosiasi menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri.
Segi negatif/kelemahan dari negosiasi adalah:
1. Negosiasi tidak pernah akan tercapai apabila salah satu pihak berpendirian keras;
2. Negosiasi menutup kemungkinan keikutsertaan pihak ketiga, artinya kalau salah satu pihak berkedudukan lemah tidak ada pihak yang membantu.
Penyelesaian sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui dialog tanpa ada keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.
Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang cukup lama dipakai. Sampai pada permulaan abad ke-20, negosiasi menjadi satu-satunya cara yang dipakai dalam penyelesaian sengketa. Sampai saat ini cara penyelesaian melalui negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali ditempuh oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui dialog tanpa ada keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.
Dalam praktek negosiasi, ada dua bentuk prosedur yang dibedakan. Yang pertama adalah negosiasi ketika sengketa belum muncul, lebih dikenal dengan konsultasi. Dan yang kedua adalah negosiasi ketika sengketa telah lahir.
Keuntungan yang diperoleh ketika negara yang bersengketa menggunakan mekanisme negosiasi, antara lain :
(1) Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan penyelesaian sesuai dengan kesepakatan diantara mereka
(2) Para pihak mengawasi dan memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya
(3) Dapat menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri.
(4) Para pihak mencari penyelesaian yang bersifat win-win solution, sehingga dapat diterima dan memuaskan kedua belah pihak
b) Enquiry atau Penyelidikan
J.G.Merrills menyatakan bahwa salah satu penyebab munculnya sengketa antar negara adalah karena adanya ketidaksepakatan para pihak mengenai fakta. Untuk menyelesaikan sengketa ini, akan bergantung pada penguraian fakta-fakta para pihak yang tidak disepakati. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, para pihak kemudian membentuk sebuah badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Fakta-fakta yang ditemukan ini kemudian dilaporakan kepada para pihak, sehingga para pihak dapat menyelesaikan sengketa diantara mereka.
Dalam beberapa kasus, badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta dalam sengketa internasional dibuat oleh PBB. Namun dalam konteks ini, enquiry yang dimaksud adalah sebuah badan yang dibentuk oleh negara yang bersengketa. Enquiry telah dikenal sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa internasional semenjak lahirnya The Hague Convention pada tahun 1899, yang kemudian diteruskan pada tahun 1907.
c) Mediasi
Melibatkan pihak ketiga (third party) yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga dapat berupa individu atau kelompok (individual or group), negara atau kelompok negara atau organisasi internasional.
Dalam mediasi, negara ketiga bukan hanya sekedar mengusahakan agar para pihak yang bersengketa saling bertemu, tetapi juga mengusahakan dasar-dasar perundingan dan ikut aktif dalam perundingan, contoh: mediasi yang dilakukan oleh Komisi Tiga Negara (Australia, Amerika, Belgia) yang dibentuk oleh PBB pada bulan Agustus 1947 untuk mencari penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda dan juga mediasi yang dilakukan oleh Presiden Jimmy Carter untuk mencari penyelesaian sengketa antara Israel dan Mesir hingga menghasilkan Perjanjian Camp David 1979. Dengan demikian, dalam mediasi pihak ketiga terlibat secara aktif (more active and actually takes part in the negotiation).
Mediasi biasanya dilakukan oleh pihak ketiga ketika pihak yang bersengketa tidak menemukan jalan keluar dalam penyelesaian suatu masalah.Maka pihak ketiga merupakan salah satu jalan keluar dari jalan buntu perundingan yang telah terjadi dan memberikan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Seorang mediator harus netral (tidak memihak salah satu pihak yang bersengketa) dan independen. Dalam menjalankan tugasnya, mediator tidak terikat pada suatu hukum acara tertentu dan tidak dibatasi pada hukum yang ada. Mediator dapat menggunakan asas ex aequo et bono untuk menyelesaikan sengketa yang ada.
Ketika negara-negara yang menjadi para pihak dalam suatu sengketa internasional tidak dapat menemukan pemecahan masalahnya melalui negosiasi, intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga adalah sebuah cara yang mungkin untuk keluar dari jalan buntu perundingan yang telah terjadi dan memberikan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Pihak ketiga yang melaksanakan mediasi ini tentu saja harus bersifat netral dan independen. Sehingga dapat memberikan saran yang tidak memihak salah satu negara pihak sengketa.
Intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk. Misalnya, pihak ketiga memberikan saran kepada kedua belah pihak untuk melakukan negosiasi ulang, atau bisa saja pihak ketiga hanya menyediakan jalur komunikasi tambahan.
Pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian sengketa internasional diatur dalam beberapa perjanjian internasional, antara lain The Hague Convention 1907; UN Charter; The European Convention for the Peaceful Settlement of Disputes.
d) Konsiliasi
Sama seperti mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini biasanya adalah negara, namun bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak dapat saja terlembaga atau bersifat ad hoc, yang kemudian memberikan persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun keputusan yang diberikan oleh komisi konsiliasi ini tidak mengikat para pihak.
Proses penyelesaian sengketa melalui konsiliasi mempunyai kemiripan dengan mediasi. Pembedaan yang dapat diketahui dari kedua cara ini adalah konsiliasi memiliki hukum acara yang lebih formal jika dibandingkan dengan mediasi. Karena dalam konsiliasi ada beberapa tahap yang biasanya harus dilalui, yaitu penyerahan sengketa kepada komisi konsiliasi, kemudian komisi akan mendengarkan keterangan lisan para pihak, dan berdasarkan fakta-fakta yang diberikan oleh para pihak secara lisan tersebut komisi konsiliasi akan menyerahkan laporan kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa.
Konsiliasi merupakan suatu cara penyelesaian sengketa oleh suatu organ yang dibentuk sebelumnya atau dibentuk kemudian atas kesepakatan para pihak yang bersengketa. Organ yang dibentuk tersebut mengajukan usul-usul penyelesaian kepada para pihak yang bersengketa (to the ascertain the facts and suggesting possible solution). Rekomendasi yang diberikan oleh organ tersebut tidak bersifat mengikat (the recommendation of the commission is not binding).
Contoh dari konsiliasi adalah pada sengketa antara Thailand dan Perancis, kedua belah pihak sepakat untuk membentuk Komisi Konsiliasi. Dalam kasus ini Thailand selalu menuntut sebagian dari wilayah Laos dan Kamboja yang terletak di bagian Timur tapal batasnya. Karena waktu itu Laos dan Kamboja adalah protektorat Perancis maka sengketa ini menyangkut antara Thailand dan Perancis.
e) Good Offices atau Jasa-jasa Baik
Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga berupaya agar para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi. Menurut pendapat Bindschedler, yang dikutip oleh Huala Adolf, jasa baik dapat didefinisikan sebagai berikut: the involvement of one or more States or an international organization in a dispute between states with the aim of settling it or contributing to its settlement.
Pada pelaksanaan di lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu jasa baik teknis (technical good offices), dan jasa baik politis (political good offices). Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi internasional dengan cara mengundang para pihak yang bersengketa ikut serta dalam konferensi atau menyelenggarakan konferensi. Tujuan dari jasa baik teknis ini adalah mengembalikan atau memelihara hubungan atau kontak langsung di antara para pihak yang bersengketa setelah hubungan diplomatik mereka terputus. Sedangkan jasa baik politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional yang berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu kompetensi.

MAKALAH PENYELESAIAN SENGKETA INTERNATIONAL

MAKALAH
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNATIONAL

BAB I
PENDAHULUAN
Ditinjau dari konteks hukum internasional publik, sengketa dapat didefinisikan sebagai ketidaksepakatan salah satu subyek mengenai sebuah fakta, hukum, atau kebijakan yang kemudian dibantah oleh pihak lain atau adanya ketidaksepakatan mengenai masalah hukum atau fakta-fakta atau konflik mengenai penafsiran atau kepentingan antara 2 bangsa yang berbeda. Dalam Case Concerning East Timor (Portugal vs. Australia), Mahkamah Internasional (ICJ) menetapkan 4 kriteria sengketa yaitu:
1. Didasarkan pada kriteria-kriteria objektif. Maksudnya adalah dengan melihat fakta-fakta yang ada. Contoh: Kasus penyerbuan Amerika Serikat dan Inggris ke Irak
2. Tidak didasarkan pada argumentasi salah satu pihak. Contoh: USA vs. Iran 1979 (Iran case). Dalam kasus ini Mahkamah Internasional dalam mengambil putusan tidak hanya berdasarkan argumentasi dari Amerika Serikat, tetapi juga Iran.
3. Penyangkalan mengenai suatu peristiwa atau fakta oleh salah satu pihak tentang adanya sengketa tidak dengan sendirinya membuktikan bahwa tidak ada sengketa. Contoh: Case Concerning the Nothern Cameroons 1967 (Cameroons vs. United Kingdom). Dalam kasus ini Inggris menyatakan bahwa tidak ada sengketa antara Inggris dan Kamerun, bahkan Inggris mengatakan bahwa sengketa tersebut terjadi antara Kamerun dan PBB. Dari kasus antara Inggris dan Kamerun ini dapat disimpulkan bahwa bukan para pihak yang bersengketa yang memutuskan ada tidaknya sengketa, tetapi harus diselesaikan/diputuskan oleh pihak ketiga.
4. Adanya sikap yang saling bertentangan/berlawanan dari kedua belah pihak yang bersengketa.Contoh: Case Concerning the Applicability of the Obligation to Arbitrate under section 21 of the United Nations Headquarters agreement of 26 June 1947.
Berbagai metode penyelesaian sengketa telah berkembang sesuai dengan tuntutan jaman. Metode penyelesaian sengketa dengan kekerasan, misalnya perang, invasi, dan lainnya, telah menjadi solusi bagi negara sebagai aktor utama dalam hukum internasional klasik. Cara-cara kekerasan yang digunakan tersebut akhirnya direkomendasikan untuk tidak digunakan lagi semenjak lahirnya The Hague Peace Conference pada tahun 1899 dan 1907, yang kemudian menghasilkan Convention on the Pacific Settlement of International Disputes 1907. Namun karena sifatnya yang rekomendatif dan tidak mengikat, konvensi tersebut tidak mempunyai kekuatan memaksa untuk melarang negara-negara melakukan kekerasan sebagai metode penyelesaian sengketa.
• Perkembangan hukum internasional untuk menyelesaikan sengketa secara damai secara formal lahir dari diselenggarakannya Konferensi Perdamaian Den Haag (The Hague Peace Conference) tahun 1899 dan tahun 1907. Konferensi perdamaian ini menghasilkan:
“The Convention on the Pacific Settlement of International Disputes (1907)”
Karakteristik dari Sengketa Internasional adalah:
1. Sengketa internasional yang melibatkan subjek hukum internasional (a Direct International Disputes), Contoh: Toonen vs. Australia. Toonen menggugat Australia ke Komisi Tinggi HAM PBB karena telah mengeluarkan peraturan yang sangat diskriminasi terhadap kaum Gay dan Lesbian. Dan menurut Toonen pemerintah Australia telah melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 17 dan Pasal 26 ICCPR. Dalam kasus ini Komisi Tinggi HAM menetapkan bahwa pemerintah Australia telah melanggar Pasal 17 ICCPR dan untuk itu pemerintah Australia dalam waktu 90 hari diminta mengambil tindakan untuk segera mencabut peraturan tersebut.
2. Sengketa yang pada awalnya bukan sengketa internasional, tapi karena sifat dari kasus itu menjadikan sengketa itu sengketa internasional (an Indirect International Disputes). Suatu perisitiwa atau keadaan yang bisa menyebabkan suatu sengketa bisa menjadi sengketa internasional adalahaadanya kerugian yang diderita secara langsung oleh WNA yang dilakukan pemerintah setempat. Contoh: kasus penembakan WN Amerika Serikat di Freeport.
Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat diwujudkan apabila tidak ada kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa, yang ditegaskan dalam pasal 2 ayat (4) Piagam. Penyelesaian sengketa secara damai ini, kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 Piagam yang mencantumkan beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa, diantaranya :
a. Negosiasi;
b. Enquiry atau penyelidikan;
c. Mediasi;
d. Konsiliasi
e. Arbitrase
f. Judicial Settlement atau Pengadilan;
g. Organisasi-organisasi atau Badan-badan Regional.
Dari tujuh penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Piagam, dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa secara hukum dan secara politik/diplomatik. Yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara hukum adalah arbitrase dan judicial settlement. Sedangkan yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry; mediasi; dan konsiliasi. Hukum internasional publik juga mengenal good offices atau jasa-jasa baik yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik.
Pada dasarnya, tidak ada tata urutan yang mutlak mengenai penyelesaian sengketa secara damai. Para pihak dalam sengketa internasional dapat saja menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara mereka ke badan peradilan internasional seperti International Court of Justice (ICJ/Mahkamah Internasional), tanpa harus melalui mekanisme negosiasi, mediasi, ataupun cara diplomatik lainnya. PBB tidak memaksakan prosedur apapun kepada negara anggotanya. Dengan kebebasan dalam memilih prosedur penyelesaian sengketa, negara-negara biasanya memilih untuk memberikan prioritas pada prosedur penyelesaian secara politik/diplomatik, daripada mekanisme arbitrase atau badan peradilan tertentu, karena penyelesaian secara politik/diplomatik akan lebih melindungi kedaulatan mereka.
BAB II
PENYELESAIAN SENGKETA SECARA DIPLOMATIK
YANG DAMAI
Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa Secara Damai adalah:
1. Prinsip itikad baik (good faith);
2. Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa;
3. Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa;
4. Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa;
5. Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa (konsensus);
6. Prinsip penggunaan terlebih dahulu hukum nasional negara untuk menyelesaikan suatu sengketa prinsip exhaustion of local remedies);
7. Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah negara-negara.
Disamping ketujuh prinsip di atas, Office of the Legal Affairs PBB memuat prinsip-prinsip lain yang bersifat tambahan, yaitu:
1. Prinsip larangan intervensi baik terhadap masalah dalam atau luar negeri para pihak;
2. Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri;
3. Prinsip persamaan kedaulatan negara-negara;
4. Prinsip kemerdekaan dan hukum internasional.
Penyelesaian Sengketa secara Diplomatik
Seperti yang telah dijelaskan di atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah negosiasi; enquiry atau penyelidikan; mediasi; konsiliasi; dan good offices atau jasa-jasa baik. Kelima metode tersebut memiliki ciri khas, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.
a) Negosiasi
Negosiasi adalah perundingan yang dilakukan secara langsung antara para pihak dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui dialog tanpa melibatkan pihak ketiga. Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan paling tuas digunakan oleh umat manusia. Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB menempatkan negosiasi sebagai cara pertama dalam menyelesaikan sengketa.
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
Segi positif/kelebihan dari negosiasi adalah:
1. Para pihak sendiri yang menyelesaikan kasus dengan pihak lainnya;
2. Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana cara penyelesaian melalui negosiasi dilakukan menurut kesepakatan bersama;
3. Para pihak mengawasi atau memantau secara langsung prosedur penyelesaian;
4. Negosiasi menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri.
Segi negatif/kelemahan dari negosiasi adalah:
1. Negosiasi tidak pernah akan tercapai apabila salah satu pihak berpendirian keras;
2. Negosiasi menutup kemungkinan keikutsertaan pihak ketiga, artinya kalau salah satu pihak berkedudukan lemah tidak ada pihak yang membantu.
Penyelesaian sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui dialog tanpa ada keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.
Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang cukup lama dipakai. Sampai pada permulaan abad ke-20, negosiasi menjadi satu-satunya cara yang dipakai dalam penyelesaian sengketa. Sampai saat ini cara penyelesaian melalui negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali ditempuh oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui dialog tanpa ada keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.
Dalam praktek negosiasi, ada dua bentuk prosedur yang dibedakan. Yang pertama adalah negosiasi ketika sengketa belum muncul, lebih dikenal dengan konsultasi. Dan yang kedua adalah negosiasi ketika sengketa telah lahir.
Keuntungan yang diperoleh ketika negara yang bersengketa menggunakan mekanisme negosiasi, antara lain :
(1) Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan penyelesaian sesuai dengan kesepakatan diantara mereka
(2) Para pihak mengawasi dan memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya
(3) Dapat menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri.
(4) Para pihak mencari penyelesaian yang bersifat win-win solution, sehingga dapat diterima dan memuaskan kedua belah pihak
b) Enquiry atau Penyelidikan
J.G.Merrills menyatakan bahwa salah satu penyebab munculnya sengketa antar negara adalah karena adanya ketidaksepakatan para pihak mengenai fakta. Untuk menyelesaikan sengketa ini, akan bergantung pada penguraian fakta-fakta para pihak yang tidak disepakati. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, para pihak kemudian membentuk sebuah badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Fakta-fakta yang ditemukan ini kemudian dilaporakan kepada para pihak, sehingga para pihak dapat menyelesaikan sengketa diantara mereka.
Dalam beberapa kasus, badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta dalam sengketa internasional dibuat oleh PBB. Namun dalam konteks ini, enquiry yang dimaksud adalah sebuah badan yang dibentuk oleh negara yang bersengketa. Enquiry telah dikenal sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa internasional semenjak lahirnya The Hague Convention pada tahun 1899, yang kemudian diteruskan pada tahun 1907.
c) Mediasi
Melibatkan pihak ketiga (third party) yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga dapat berupa individu atau kelompok (individual or group), negara atau kelompok negara atau organisasi internasional.
Dalam mediasi, negara ketiga bukan hanya sekedar mengusahakan agar para pihak yang bersengketa saling bertemu, tetapi juga mengusahakan dasar-dasar perundingan dan ikut aktif dalam perundingan, contoh: mediasi yang dilakukan oleh Komisi Tiga Negara (Australia, Amerika, Belgia) yang dibentuk oleh PBB pada bulan Agustus 1947 untuk mencari penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Belanda dan juga mediasi yang dilakukan oleh Presiden Jimmy Carter untuk mencari penyelesaian sengketa antara Israel dan Mesir hingga menghasilkan Perjanjian Camp David 1979. Dengan demikian, dalam mediasi pihak ketiga terlibat secara aktif (more active and actually takes part in the negotiation).
Mediasi biasanya dilakukan oleh pihak ketiga ketika pihak yang bersengketa tidak menemukan jalan keluar dalam penyelesaian suatu masalah.Maka pihak ketiga merupakan salah satu jalan keluar dari jalan buntu perundingan yang telah terjadi dan memberikan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Seorang mediator harus netral (tidak memihak salah satu pihak yang bersengketa) dan independen. Dalam menjalankan tugasnya, mediator tidak terikat pada suatu hukum acara tertentu dan tidak dibatasi pada hukum yang ada. Mediator dapat menggunakan asas ex aequo et bono untuk menyelesaikan sengketa yang ada.
Ketika negara-negara yang menjadi para pihak dalam suatu sengketa internasional tidak dapat menemukan pemecahan masalahnya melalui negosiasi, intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga adalah sebuah cara yang mungkin untuk keluar dari jalan buntu perundingan yang telah terjadi dan memberikan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Pihak ketiga yang melaksanakan mediasi ini tentu saja harus bersifat netral dan independen. Sehingga dapat memberikan saran yang tidak memihak salah satu negara pihak sengketa.
Intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk. Misalnya, pihak ketiga memberikan saran kepada kedua belah pihak untuk melakukan negosiasi ulang, atau bisa saja pihak ketiga hanya menyediakan jalur komunikasi tambahan.
Pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian sengketa internasional diatur dalam beberapa perjanjian internasional, antara lain The Hague Convention 1907; UN Charter; The European Convention for the Peaceful Settlement of Disputes.
d) Konsiliasi
Sama seperti mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini biasanya adalah negara, namun bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak dapat saja terlembaga atau bersifat ad hoc, yang kemudian memberikan persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun keputusan yang diberikan oleh komisi konsiliasi ini tidak mengikat para pihak.
Proses penyelesaian sengketa melalui konsiliasi mempunyai kemiripan dengan mediasi. Pembedaan yang dapat diketahui dari kedua cara ini adalah konsiliasi memiliki hukum acara yang lebih formal jika dibandingkan dengan mediasi. Karena dalam konsiliasi ada beberapa tahap yang biasanya harus dilalui, yaitu penyerahan sengketa kepada komisi konsiliasi, kemudian komisi akan mendengarkan keterangan lisan para pihak, dan berdasarkan fakta-fakta yang diberikan oleh para pihak secara lisan tersebut komisi konsiliasi akan menyerahkan laporan kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa.
Konsiliasi merupakan suatu cara penyelesaian sengketa oleh suatu organ yang dibentuk sebelumnya atau dibentuk kemudian atas kesepakatan para pihak yang bersengketa. Organ yang dibentuk tersebut mengajukan usul-usul penyelesaian kepada para pihak yang bersengketa (to the ascertain the facts and suggesting possible solution). Rekomendasi yang diberikan oleh organ tersebut tidak bersifat mengikat (the recommendation of the commission is not binding).
Contoh dari konsiliasi adalah pada sengketa antara Thailand dan Perancis, kedua belah pihak sepakat untuk membentuk Komisi Konsiliasi. Dalam kasus ini Thailand selalu menuntut sebagian dari wilayah Laos dan Kamboja yang terletak di bagian Timur tapal batasnya. Karena waktu itu Laos dan Kamboja adalah protektorat Perancis maka sengketa ini menyangkut antara Thailand dan Perancis.
e) Good Offices atau Jasa-jasa Baik
Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga berupaya agar para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi. Menurut pendapat Bindschedler, yang dikutip oleh Huala Adolf, jasa baik dapat didefinisikan sebagai berikut: the involvement of one or more States or an international organization in a dispute between states with the aim of settling it or contributing to its settlement.
Pada pelaksanaan di lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu jasa baik teknis (technical good offices), dan jasa baik politis (political good offices). Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi internasional dengan cara mengundang para pihak yang bersengketa ikut serta dalam konferensi atau menyelenggarakan konferensi. Tujuan dari jasa baik teknis ini adalah mengembalikan atau memelihara hubungan atau kontak langsung di antara para pihak yang bersengketa setelah hubungan diplomatik mereka terputus. Sedangkan jasa baik politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional yang berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu kompetensi.

SENGKETA PERBATASAN ANTAR NEGARA DI KAWASAN ASIA PASIFIC

TAK dapat disangkal, salah satu persoalan yang dapat memicu persengketaan antar negara adalah masalah perbatasan. Indonesia juga menghadapi masalah ini, terutama mengenai garis perbatasan di wilayah perairan laut dengan negara-negara tetangga.Bila dicermati, banyak negara-negara di Asia Pasific juga menghadapi masalah yang sama. Anggapan bahwa situasi regional sekitar Indonesia dalam tiga dekade ke depan tetap aman dan damai, mungkin ada benarnya, namun di balik itu sebenarnya bertaburan benih konflik, yang dapat berkembang menjadi persengketaan terbuka. Faktor-faktor yang dapat menyulut persengketaan antar negara dimaksud antara lain:

a. Ketidaksepahaman mengenai garis perbatas-an antar negara yang banyak yang belum tersele-saikan melalui mekanisme perundingan (bilateral dan ).

b. Peningkatan persenjataan dan eskalasi kekuatan militer baik oleh negara-negara yang ada di kawa-san ini, maupun dari luar kawasan.

c. Eskalasi aksi terorisme lintas negara, dan gerakan separatis bersenjata yang dapat mengundang kesalahpahaman antar negara bertetangga.

Dengan melihat berbagai faktor di atas, beberapa pengamat politik menyimpulkan bahwa, selain kawa-san Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara, memiliki potensi konflik yang cukup tinggi, dan hal itu tentu berdampak bagi Indonesia.

Potensi konflik antar negara di sekitar Indonesia (kawasan Asia Pasific) sesungguhnya sangat bervariasi. baik sifat, karakter maupun intensitasnya. Namun memperhatikan beberapa konflik terbatas dan berinsentitas rendah yang terjadi selama ini, terdapat beberapa hal yang dapat memicu terjadi-nya konflik terbuka berintensitas tinggi yang dapat berkembang menjadi konflik regional bahkan inter-nasional. Faktor potensial yang dapat menyulut per-sengketaan terbuka itu antara lain:

a. Implikasi dari internasionalisasi konflik internal di satu negara yang dapat menyeret negara lain ikut dalam persengketaan.

b. Pertarungan antar elite di suatu negara yang karena berbagai faktor merambat ke luar negeri.

c. Meningkatnya persaingan antara negara-negara maju dalam membangun pengaruh di kawa-san ini. Konfliknya bisa berwujud persengketaan antar sesama negara maju, atau salah negara maju dengan salah satu negara yang ada di kawasan ini. Meski masih bersifat samar-samar, namun indikasinya dapat dilihat pada ketidaksukaan Jepang terhadap RRC dalam soal penggelaran militer di perairan Laut Cina Selatan yang dianggap menggangu kepentingan nasional Jepang. Sedangkan dalam konteks Indonesia, ASEAN, dan negara-negara maju, gejala serupa yang dilatarbelakangi oleh konflik kepentingan (conflict of interesf) juga tercermin pada penolakan Amerika Serikat terhadap usul Indonesia dan Malaysia mengenai pembentukan “Kawasan Bebas Nuklir Asia Tenggara” (South East Asia Nuclear Free Zone) beberapa tahun lampau.

d. Eskalasi konflik laten atau konflik intensitas rendah (low intensity) antar negara yang berkem-bang melampaui ambang batas toleransi keamanan regional sehingga menyeret pihak ketiga terlibat didalamnya. Ini biasanya, bermula dan “dispute territorial” antar negara terutama mengenai garis batas perbatasan antar negara.

Sengketa Perbatasan

Hingga saat ini banyak negara menghadap persoalan perbatasan dengan tetangganya yang belum terselesaikan lewat perundingan. Bahkan kebiasaan menunda penyelesaian masalah justru menambah rumit persoalan. Beberapa persoalan perbatasan dan “dispute territorial” yang cukup mengusik harmonisasi antar negara maupun ke-amanan kawasan, antara lain;

a. Sengketa Indonesia dan Malaysia mengenai garis perbatasan di perairan laut Sulawesi menyusul perubahan status kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan, dan garis perbatasan di pulau Kalimantan (salah satunya mengenai blok Ambalat);

b. Perbedaan pendapat dan kepentingan antara Indonesia, Australia dan Timor Leste di perairan Celah Timor;

c. Konflik historis antara Malaysia dan Filipina mengenai klaim Filipina atas wilayah Kesultanan Sabah Malaysia Timur;

d. Konflik antara Malaysia dan Singapura tentang pemilikan Pulau Batu Putih (Pedra Branca) di Selat Johor;

e. Ketegangan sosial politik laten Malaysia dan Thailand di wilayah perbatasan;

f. Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Brunei mengenai batas wilayah tak bertanda di daratan Sarawak Malaysia Timur serta batas wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif;

g. Perbedaan pendapat antara Malaysia dan Vietnam mengenai batas wilayah di perairan lepas pantai dari masing-masing negara;

h. Konflik berlarut antara Myanmar dan Bangladesh di wilayah perbatasan;

Ketegangan antara Myanmar dan Cina mengenai batas wilayah kedua negara;

j. Sengketa Myanmar dan Thailand, mengenai perbatasan ke dua negara;

k. Sengketa berlaRut antara Cina dengan India mengenai perbatasan kedua negara;

l. Konflik antara Vietnam dan Kamboja di wilayah perbatasan kedua negara;

m. Sengketa antara Cina dan Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan di sekitar Kepulauan Paracel;

n. Konflik laten antara Cina di satu pihak dengan Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina, Vietnam di lain pihak sehubungan klaim cina atas seluruh perairan Laut Cina Selatan;

o. Konflik intensitas rendah (Low intensity) antara Cina dengan Filipina, Vietnam dan Taiwan mengenai status pemilikan wilayah perairan Kepulauan Spratly;

p. Konflik antara Cina dengan Jepang mengenai pemilikan Kepulauan Senaku (Diaoyutai);

q. Sengketa antara Cina dengan Korea Selatan mengenai pemilikan Liancourt Rocks (Take-shima atau Tak do) dibagian selatan laut Jepang;

r. Konflik antara Cina dengan Korea Selatan mengenai batas wilayah perairan teritorial;

s. Sengketa berlarut antara Rusia dengan Jepang mengenai status pemilikan Kepulauan Kuril Selatan;

t. Sengketa antara Cina dengan Taiwan sehubungan rencana reunifikasi seluruh wilayah Cina oleh RRC;

u. Sengketa India dan Pakistan mengenai status wilayah Kashmir.

Memperhatikan anatomi persengketaan di atas, maka tampak sebagian besar terjadi pada garis per-batasan di perairan laut.

Indonesia dan Kepentingan Internasional

Indonesia tentu patut mewaspadai perkembangan yang terjadi di sekitarnya terutama di ka-wasan Asia Pasific. Sebab konsekuensi letak geo-grafis Indonesia dipersilangan jalur lalulintas internasional, maka setiap pergolakan berapa pun kadar intensitas pasti berpengaruh terhadap Indonesia. Apalagi jalur suplai kebutuhan dasar terutama minyak beberapa negara melewati perairan Indonesia. Jalur pasokan minyak dari Timur Tengah dan Teluk Persia ke Jepang dan Amerika Serikat, misalnya, sekitar 70% pelayarannya melewati perairan Indonesia. Karenanya sangat wajar bila berbagai negara berkepentingan mengamankan jalur pasokan minyak ini, termasuk di perairan nusantara, seperti, Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makasar, Selat Ombai Wetar, dan lain-lain.

Pasukan Beladiri Jepang secara berkala dan teratur mengadakan latihan operasi jarak jauh untuk mengamankan area yang mereka sebut sebagai “life line,” yakni, radius sejauh 1000 mil laut hingga menjangkau perairan Asia Tenggara. Hal yang sama juga dilakukan Cina, Australia, India, termasuk mengantisipasi kemungkinan terjadi penutupan jalur-jalur vital tersebut oleh negara-negara di sekitarnya (termasuk Indonesia.)

Keberadaan Indonesia dipersilangan jalur pelayaran strategis, memang selain membawa keberuntungan juga mengandung ancaman. Sebab pasti dilirik banyak negara. Karena itu sangat beralasan bila beberapa negara memperhatikan dengan cermat setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia. Australia misalnya, sangat kuatir bila Indonesia mengembangkan kekuatan angkatan laut, yang pada gilirannya dapat memperketat pengendalian efektif semua jalur pelayaran di perairan nusantara.

Patut diingat, penetapan sepihak selat Sunda dan selat Lombok sebagai perairan internasional oleh Indonesia secara bersama-sama ditolak oleh Ameri-ka Serikat, Australia, Canada, Jerman, Jepang, Ing-gris dan Selandia Baru. Tentu apabila dua selat ini menjadi perairan teritorial Indonesia, maka semua negara yang melintas di wilayah perairan ini harus tunduk kepada hukum nasional Indonesia, tanpa mengabaikan kepentingan internasional.

Hal yang patut dicermati adalah kenyataan bahwa wilayah Indonesia yang saat ini terbelit konflik sosial berkepanjangan (manifes maupun latent) umumnya adalah daerah yang berada dijalur pelayaran internasional, seperti, Bali, Lombok, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Riau, Aceh, Papua dan lain-lain. Kenyataan ini patut diwaspadai karena tak tertutup kemungkinan adanya pihak luar yang bermain di dalam konflik yang terjadi di beberapa daerah ini. Selain itu sebab jika Indonesia gagal mengatasinya, dan konflik yang terjadi berkembang menjadi ancaman bagi keselamatan pelayaran internasional, maka berdasarkan keten-tuan internasional, negara asing diperbolehkan menu-runkan satuan militernya di wilayah itu demi menjaga kepentingan dunia.

Dalam rangka pengamanan jalur-jalur strategis tersebut, sejumlah negara maju secara bersama-sama telah membentuk satuan reaksi cepat yang disebut “Stand By High Readness Brigade” (SHIRBRIG) berkekuatan 4000 personil yang selalu siap digerakkan ke suatu target sebagai “muscular peace keeping force.”

Indonesia dan Asean

Selain terkait dengan kepentingan internasional (baca: negara-negara maju), Indonesia sebenarnya menghadapi beberapa persoalan latent dengan sesama negara anggota Asean. Penyebabnya selain karena perbedaan kepentingan masing negara yang tak dapat dipertemukan, juga karena berbagai sebab lain yang muncul sebagai akibat dinamika sosial politik dimasing-masing negara. Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina, mungkin saja bisa bekerjasama dalam mengatasi persoalan aksi terorisme di kawa-san ini. Namun, sikap masing-masing negara tentu akan berbeda dalam soal tenaga kerja illegal, illegal loging, pelanggaran batas wilayah dalam penangkapan ikan, dan sebagainya.

Hal yang sama juga bisa terjadi dengan Singa-pura dalam soal pemberantasan korupsi, penyelundupan dan pencucian uang. Sedangkan dengan Ti-mor Leste masalah pelanggaran hak asasi manusia dimasa lampau dan lalulintas perbatasan kerap masih jadi ganjalan bagi harmonisasi hubungan kedua negara.

Mengenai pengendalian pelayaran di kawasan Asia Tenggara, hingga kini Singapura tetap keras menolak usulan Indonesia untuk mengalihkan seba-gian lalu lintas pelayaran kapal berukuran besar dari Selat Malaka ke Selat Lombok/Selat Makasar. Padahal jalur pelayaran di selat ini tidak hanya diper-gunakan untuk armada niaga tetapi juga bagi kapal perang. Dan Indonesia tentu ikut terganggu bila ka-pal-kapal perang dari dua negara yang sedang bertikai berpapasan di perairan Indonesia.

Dalam satu dekade terakhir tampak adanya upaya beberapa negara Asean telah melipatgandakan kekuatan militernya. Terutama Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Dari beberapa data tampak bahwa dalam aspek persenjataan, Thailand menunjukkan peningkatan yang signifikan diantara negara-negara di Asia Teng-gara. Untuk memperkuat angkatan laut, misalnya negara gajah putih ini telah memiliki kapal perang canggih, dan siap beroperasi hingga sejauh di atas 200-300 mil demi mengamankan kepentingan negaranya. Tentu, termasuk menjaga keselamatan nelayan Thailand yang banyak beroperasi di perairan teritorial Indonesia.

Malaysia juga tak ketinggalan menambah armada perangnya. Angkatan Tentara Laut Diraja Malaysia, setidaknya dengan memiliki beberapa freegat dan korvet baru. Dengan penambahan kekuatan, kedua negara tersebut sangat berpeluang jadi mitra negara-negara maju demi mengimbangi Indonesia dalam soal pengamanan kawasan Asia Tenggara.

Dengan berbagai perkembangan itu, maka tantangan Indonesia dalam aspek pertahanan dan keamanan negara jadi berat. Indonesia selain dituntut mampu mempertahankan keamanan dalam negerinya, juga mesti dapat memainkan peran yang berarti demi terpeliharanya keamanan regional di Kawasan Asia Pasific. Padahal disisi lain, kekuatan elemen pertahanan dan keamanan Indonesia tidak dalam kondisi prima. Baik dari aspek kemampuan sumber daya manusianya maupun dari segi kesiapan materil dan dukungan finansial. Inilah kondisi dilematis yang dihadapi Indonesia dewasa ini yang patut segera dicari jalan keluarnya. ©

Paulus Londo (Pengamat Sosial Politik)

Resensi Novel Berjudul The Godfather

Re: Resensi Novel

Judul buku: The Godfather
Pengarang: Mario Puzo
Penerbit: Gramedia
Rating: dewasa (15+)

The Godfather mengambil setting kota New York, Las Vegas dan Sisilia tahun ’40-an, pada masa-masa Perang Dunia II. Cerita dalam novel ini berkisar di sekitar keluarga Don Vito Corleone, Sang Godfather, sang kepala keluarga Corleone. Keluarga Corleone sendiri merupakan keluarga mafia terbesar di New York, diakui oleh Keluarga-keluarga mafia lainnya.

Cerita bermula dari pesta pernikahan putri Sang Godfather yang diadakan di rumahnya di Long Island. Kerabat dan kenalan Sang Don diundang ke pesta itu. Bagi Sang Don, di hari pernikahan putrinya pun ia harus bersedia mendengarkan permintaan tolong dari orang-orang yang dikenalnya, mulai dari sang tukang roti, hingga aktor terkenal yang merupakan anak baptisnya.

Beberapa waktu setelah Sang Don membereskan masalah kerabat-kerabatnya itu, Don Vito Corleone menerima tawaran dari seorang penyelundup narkotika, Sollozo si Turki. Don Corleone menganggap tawaran itu kurang menguntungkan sehingga ia menolaknya dengan halus namun putra tertuanya yang dikenal tidak sabaran, Santino “Sonny” Corleon, membuat kesalahan besar dalam pertemuan itu sehingga Sollozo yang licik langsung menyusun rencana yang bisa memaksa Sang Don memberikan bantuan yang dimintanya.

Sang Don sempat tertembak akibat ulah Sollozo dan pemerintahannya digantikan oleh Sonny yang gegabah dan sangat menyukai jalan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Sonny berhasil merencanakan pembunuhan Sollozo yang berhasil dilakukan oleh adiknya, Michael Corleone. Michael terpaksa bersembunyi di Sisilia setelah kejadian itu. Untuk beberapa saat, suasana mereda tapi Sonny harus menanggung akibat dari perbuatan kerasnya pada salah satu anggota Keluarga lain. Sonny Corleone tewas ditembak di jalan tol.

Don Corleone yang belum benar-benar pulih kembali menempati singgasananya dan mengadakan perundingan dengan Keluarga-keluarga lain untuk memperbaiki situasi yang memanas. Sekali lagi, Sang Godfather menunjukkan kelihaiannya berbicara dan membujuk orang. Dia berhasil membuat perdamaian di antara Keluarga sekaligus membawa kembali putranya, Michael.

Pergolakan besar dalam Keluarga Corleone kembali terjadi saat Sang Don meninggal dunia. Kursi kepemimpinan Keluarga kosong, menyisakan Michael yang kemampuannya diragukan oleh banyak orang, dua orang kepercayaan Don ingin membentuk Keluarga-nya sendiri, Keluarga-keluarga mafia lain mulai mencari kesempatan untuk meruntuhkan kekuasaan Keluarga Corleone dan orang-orang yang tidak setia mulai menunjukkan wajahnya.

I say:
Seperti yang ditulis di bagian belakang buku, di bagian biodata pengarang, novel ini mengungkap detail kehidupan mafia dengan luar biasa dan begitu detail (sampai-sampai pada jamannya, sang pengarang disangka mafia asli). Mario Puzo mengaku ia mendapatkan bahan-bahan untuk novelnya melalui buku-buku di perpustakaan. Ini menjadi sesuatu yang luar biasa karena di dalam novel ini, semua kegiatan mafia begitu detail dan terasa nyata. Bahkan ada berbagai pengetahuan kedokteran yang disisipkan di dalam novel ini. Tidak ada banyak detail yang membingungkan seperti Lord of The Ring di dalam novel ini, tapi juga tidak miskin deskripsi, menjadikannya enak dibaca.

Novel ini cocok untuk mereka yang menyukai genre yang agak “gelap” semacam mafia dan untuk yang ingin suasana berbeda dengan melihat dari “protagonis yang antagonis”. Sangat tidak disarankan untuk pembenci kekerasan karena di novel ini, beberapa kesadisan digambarkan secara gamblang.